Lima belas tahun lalu seorang gadis
kecil bercengkerama dengan mimpinya di pagi buta. Bersedekap dalam balutan
sarung abu-abu dengan motif merak ia duduk di beranda rumah usai solat subuh.
Gadis mimpi, seluruh anggota keluarganya menyebut ia demikian. Bukan tanpa
alasan ibu, ayah, dan kakaknya memanggilnya dengan sebutan itu. “Aku mau jadi
insinyur pembangunan. Aku mau sehebat pak Habibi” gumamnya bangga acap kali
ditanya apa cita-citanya.
*Prolog cerpen selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar