Minggu, 23 September 2012

Saat itu (10 juli 2009)

Hampir tengah hari kemarin kulewati jalan berbatu lagi. Dengan motor pinjaman dari orang rumah tempat kami bermalam yang berbelas kasihan. Kupacu motor menuju rumah sekretaris desa (Pesawaran Indah), karena kami sudah ditunggu camat padang cermin disana. Setelah tiba, ternyata orang yang menunggu kami sudah pulang.

Huft. Rencana berbelok.
Usai solat dan makan siang kami menuju desa diatas bukit. Motor menderu, karena melaju hanya dengan gigi satu. Rasany hampir 30 menit tiba di atas desa yang kami tuju. Dingin. Wajar, suhu disini hanya berkisar 19'-20' saja. Pukul 2 siangpun suhu tak beranjak naik sepertinya. Bertemu sekretaris kelompok tani yang banyak cerita kami hanya jadi pendengar setia. Menceritakan tentang bantuan yang akan mengalir ke pundi-pundi kelompok. Mereka berencana membuat peternakan kambing. Dengan perencanaan yang cukup matang kurasa bagi orang awam seperti mereka.

Kamipun melihat lokasi.. Entah kata apa yang harus terucap saat aku melihatnya. Ujung-ujungnya aku cuma bisa bilang 'wow'. Kandang dengan ukuran 6x12 meter itu berdiri tegak menjulang di atas jurang. Jurang yang terbilang dangkal dengan ketinggian lebih dari 5meter. Kandang setengah jadi itu hanya dikerjakan oleh kurang dari 30 orang saja. Dengan penyangga dari batang kelapa yang juga aset dusun ini. Alas batang bambu dari hutan dusun ini. Dusun kalihuga namanya.

Pada ketinggian seperti ini, sudah banyak masyarakat berkebun kopi. Kami menjanjikan (dan akupun berjanji pada diriku sendiri) untuk kembali dan melihat proses pengerjaanya.

Tepat jam 3 sore kami turun gunung. Tujuan selanjutnya adalah mata air dusun wonorejo. Karena untuk menuju air terjun menempuh jarak lebih dari 5 km. Kurang dari 15menit kami sampai di mata air. Kembali aku kehabisan kata-kata. Hanya 'wow'' dan Subhanallah yang mengalir tersamar dari bibirku dibalik bola mataku yang jauh lebih ekspresif menunjukkan kekaguman. Beberapa ceruk yang mengeluarkan air terlihat. Dipasangi pipa-pipa dan selang-selang yang akan mengalirkan airnya kerumah-rumah. Dibalik itu, terhampar persawahan dengan susunan sengkedan. Disampingnya hutan lebat yang sangat hijau memberi aksen angker. Batu-batu dengan ukuran besar mencuat dari lahan persawahan tempat mata air bermunculan. Air jernih dan batu-batu kali yang tersusun ditepinya seperti bak mandi alam. Perpaduan yang kontras antara hutan, sawah, mata air, dan bebatuan itu justru memberi kesan alami.

Aku mencelupkan kakiku kedalamnya. Brrrrrrrrr, rasa dingin menyergap hampir diseluruh kakiku. Sibuk berpose untuk mengabadikan kenangan di tempat yang belum tentu akan kami kunjungi lagi. Bermain air serasa ingin mandi. Setengah kakiku sudah basah, namun rasa malu mencegahku menceburkan diri didalamnya. Setelah memuaskan mata kamipun beranjak meninggalkan mata air menuju tempat kami menginap masing-masing. Tentunya aku yang terdekat karena hanya berjarak sekitar 2 km dari sumber mata air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar