Secara
umum, orang yang mengalami post power syndrome sebenarnya diliputi rasa kecewa,
bingung, kesepian, ragu-ragu, khawatir, takut, putus asa, ketergantungan,
kekosongan, dan kerinduan. Selain itu, harga dirinya juga menurun, merasa tidak
lagi dihormati dan terpisah dari kelompok. Semua ini biasanya tidak begitu
disadari oleh yang bersangkutan.
Gejala ini umumnya terjadi pada orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau jabatan dan ketika jabatan itu sudah tak lagi dipegang, muncullah berbagai gejala psikologis atau emosional yang sifatnya kurang positif.
Gejala ini umumnya terjadi pada orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau jabatan dan ketika jabatan itu sudah tak lagi dipegang, muncullah berbagai gejala psikologis atau emosional yang sifatnya kurang positif.
Beberapa
gejala biasanya dapat dibagi ke dalam 3 ranah:
1.
Gejala fisik, misalnya tampak kuyu, terlihat lebih tua, tubuh lebih lemah,
sakit-sakitan.
2.
Gejala emosi, misalnya mudah tersinggung, pemurung, senang menarik diri dari
pergaulan, atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil, tak suka disaingi
dan tak suka dibantah.
3.
Gejala perilaku, misalnya menjadi pendiam, pemalu, atau justru senang berbicara
mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, senang menyerang pendapat orang,
mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah
maupun di tempat umum.
Post
power syndrome banyak dialami oleh mereka yang baru saja menjalani masa pensiun.
Pensiun merupakan masa seseorang secara formal berhenti dari tugasnya selama
ini, bisa merupakan pilihan atau keharusan.
Para
pensiunan terbagi menjadi dua kelompok. Ada yang bahagia karena dapat
menyelesaikan tugas dan pengabdiannya dengan lancar. Sebaliknya, ada juga yang
mengalami ketidakpuasan atau kekecewaan akan kehidupannya.
Sindrom
ini bisa dialami oleh pria maupun wanita, tergantung dari berbagai faktor,
seperti ciri kepribadian, penghayatan terhadap makna dan tujuan kerja,
pengalaman selama bekerja, pengaruh lingkungan keluarga dan budaya. Berbagai
faktor tersebut menentukan keberhasilan individu dalam menyesuaikan diri
menghadapi masa pensiun. Post power syndrome merupakan tanda kurang berhasilnya
seseorang menyesuaikan diri.
Tujuan
bekerja tak hanya untuk memenuhi kebutuhan primer manusia, tapi secara
psikologis, bekerja dapat memenuhi pencapaian identitas diri, status, ataupun
fungsi sosial lainnya. Beberapa orang sangat menghargai prestise dan kekuasaan
dalam kehidupannya, hal ini bisa diperoleh selama ia memegang jabatan atau
mempunyai kekuasaan. Apalagi bila lingkungan kerjanya juga mengondisikan
dirinya untuk terus memperoleh prestise tersebut, misalnya anak buah yang tak
berani memberikan masukan untuk perbaikan atau adanya fasilitas berlebihan yang
diberikan perusahaan baginya selama menjabat.
Masa
pensiun bisa memengaruhi konsep diri karena pensiun menyebabkan seseorang
kehilangan peran, status, dan identitasnya dalam masyarakat menjadi berubah
sehingga dapat menurunkan harga diri. Bila anggota keluarga memandang pensiunan
sebagai orang yang sudah tidak berharga lagi dan memperlakukan mereka secara
buruk, bukan tak mungkin juga akan memicu munculnya sindrom ini.
Sumber:
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar